BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagasan dan pelaksanaan
pendidikan selalu dinamis sesuai dengan dinamika manusia dan
masyarakatnya. Sejak dulu, kini, maupun di masa depan pendidikan itu selalu
mengalami perkembangan seiring dengan perkembagan sosial-budaya dan
perkembangan iptek. Pemikiran-prmikiran yang membawa pembaharuan pendidikan itu
disebut aliran-aliran pendidikan. Oleh karena itu setiap calon tenaga
kependidikan, harus memahami berbagai aliran-aliran itu agar dapat menangkap
makna setiap gerak dinamika pemikiran-pemikiran dalam pendidikan itu. Nana S.
Sukmadinata (1997) mengemukakan 4 (empat) teori pendidikan, yaitu pendidikan
klasik, pendidikan pribadi,teknologi pendidikan dan pendidikan
interaksional.
Teori pendidikan klasik berlandaskan
pada filsafat klasik, memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya
memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini
lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan atau
materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan
para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam
prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan
peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan
tugas-tugas dari pendidik. Pendidikan klasik menjadi sumber bagi pengembangan
model kurikulum subjek akademis, yaitu suatu kurikulum yang bertujuan
memberikan pengetahuan yang solid serta melatih peserta didik menggunakan
ide-ide dan proses “penelitian”, Proses Pendidikan klasik lebih menggunakan
pemikiran-pemikiran dahulu atau dimulai dari zaman yunani kuno sampai kini.
Makalah yang berjudul “aliran-aliran
filsafat pendidikan versi klasik” ini akan membahas tentang beberapa
aliran-aliran yang terdapat pada filsafat pendidikan versi klasik.
Aliran-aliran tersebut adalah aliran nativisme, aliran naturalisme, aliran
empirisme, dan aliran konvergensi yang merupakan benang-benang merah yang
menghubungkan pemikiran pendidikan pada masa lalu, kini, dan mungkin yang akan
datang. Yang memiliki varisi pendapat tentang pendidikan mulai dari yang
pesimis hingga yang optimis.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka masalah yang di ajukan oleh penulis adalah,
1. Bagaimana aliran nativisme itu ?
2. Bagaimana aliran naturalisme itu ?
3. Bagaimana aliran empirisme itu ?
4. Bagaimana aliran konvergensi itu ?
C. Tujuan penulisan
Penulisan rumusan masalah ini
bertujuan untuk
1.
Untuk
mengetahui aliran nativisme.
2.
Untuk mengetahui aliran naturalisme.
3.
Untuk mengetahui aliran empirisme.
4.
Untuk mengetahui aliran konvergensi.
BAB
II
PEMBAHSAN
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik,
yang memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan
dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan
isi pendidikan dari pada prosesnya. Isi pendidikan atau bahan pengajaran
diambil dari sari ilmu pengetahuan yang telah ditemukan dan dikembangkan oleh
para ahli di bidangnya dan disusun secara logis dan sistematis. Misalnya teori fisika,
biologi, matematika, bahasa, sejarah dan
sebagainya.
Perbedaan padangan tentang faktor dominan dalam perkembangan
manusia tersebut menjadi dasar perbedaan pendangan tentang peran pendidikan
terhadap manusia, mulai dari yang paling pesimis sampai yang paling
optimis. Aliran-aliran itu pada umumnya mengemukakan satu faktor dominan
tertentu saja dan dengan demikian suatu aliran dalam pendidikan akan mengajukan
gagasan untuk mengoptimalkan faktor tersebut untuk mengembangkan
manusia.Teori-teori yang terdapat dalam ilmu pendidikan dilahirkan oleh 4
aliran yang berbeda, yaitu:
1. Aliran Nativisme
2. Aliran Naturalisme
3. Aliran Empirisme
4. Aliran Konvergensi
1. aliran Nativisme
Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran.
Tokoh aliran ini adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860) seorang filosof jerman,
yang berpendapat bahwa hasil pendidikan dan perkembangan manusia itu ditentukan
oleh pembawaan yang diperolehnya sejak anak itu dilahirkan. Anak dilahirkan
kedunia sudah mempunyai pembawaan dari orang tua maupun disekelilingnya, dan
pembawaan itulah yang menentukan perkembangan dan hasil pendidikan. Faktor
lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap pendidikan
dan perkembangan anak. Bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan
buruk.
Oleh karena itu hasil akhir pendidikan di tentukan oleh
pembawaan yang sudah di bawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini maka
keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa
yang jahat akan menjadi jaha, dan yang baik akan menjadi baik. Menurut kaum
nativisme itu, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. Jadi jika
benar pendapat tersebut, percumalah kita mendidik atau dengan kata lain
pendidikan tidak perlu. Dalam ilmu pendidikan, hal ini disebut pesimisme
pedagogis, karena sangat pesimis terhadap upaya-upaya dan hasil pendidikan.
Terdapat suatu pokok pendapat aliran nativisme yang
berpengaruh luas yakni bahwa dalam diri individu terdapat sutu “inti” pribadi
(G. Leibnitz: Monad) yang mendorong manusia untuk mewujudkan diri, mendorong
manusia dalam menentukan pilihan dan kemauan sendiri, dan yang menempatkan
manusia sebagai makhluk aktif yang mempunyai kemauan bebas. Pandangan-pandangan
tersebut tampak antara lain humanistic psychology dari Carl. Rogers
ataupun pandangan phenomenology/ humanistik lainnya.
Faktor Perkembangan Manusia Dalam Teori Nativisme
1)
Faktor
genetik
Adalah faktor gen dari kedua
orangtua yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul dari diri manusia.
Contohnya adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah seorang penyanyi maka
anaknya memiliki bakat pembawaan sebagai seorang penyanyi yang prosentasenya
besar.
2)
Faktor
Kemampuan Anak
Adalah faktor yang menjadikan
seorang anak mengetahui potensi yang terdapat dalam dirinya. Faktor ini lebih
nyata karena anak dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Contohnya
adalah adanya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap anak
untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan bakat dan
minatnya.
3)
Faktor
Pertumbuhan Anak
Adalah faktor yang mendorong anak
mengetahui bakat dan minatnya di setiap pertumbuhan dan perkembangan secara
alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka dia kan bersikap enerjik,
aktif, dan responsive terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika
pertumbuhan anak tidak normal maka anak tersebut tidak bisa mngenali bakat dan
kemampuan yang dimiliki.
4)
Tujuan
Teori Nativisme
Didalam teori ini menurut G.
Leibnitz: Monad “Didalam diri individu manusia terdapat suatu inti pribadi”.
Sedangakan dalam teori Teori Arthur Schopenhauer (1788-1860) dinyatakan bahwa
perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak lahir atau bakat.
Sehingga
dengan teori ini setiap manusia diharapkan:
·
Mampu
memunculkan bakat yang dimiliki
·
Mendorong
manusia mewujudkan diri yang berkompetensi
·
Mendorong
manusia dalam menetukan pilihan
·
Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi
dari dalam diri seseorang
·
Mendorong
manusia mengenali bakat minat yang dimiliki
2. Aliran Naturalisme
Naturalisme merupakan teori yang menerima “nature” (alam)
sebagai keseluruhan realitas. Istilah “nature” telah dipakai dalam filsafat
dengan bermacam-macam arti, mulai dari dunia fisik yang dapat dilihat oleh
manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang dan waktu. Natura
adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam. Istilah naturalisme
adalah sebaliknya dari istilah supernaturalisme yang mengandung pandangan
dualistik terhadap alam dengan adanya kekuatan yang ada (wujud) di atas atau di
luar alam ( Harold H. Titus e.al. 1984).
Aliran ini sama dengan aliran nativisme. Naturalisme yang
dipelopori oleh Jean Jaquest Rousseau, bependapat bahwa pada hakekatnya semua
anak manusia adalah baik pada waktu dilahirkan yaitu dari sejak tangan sang
pencipta. Tetapi akhirnya rusak sewaktu berada ditangan manusia, oleh karena
Jean Jaquest Rousseau menciptakan konsep pendidikan alam, artinya anak
hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut alamnya, manusia
jangan banyak mencampurinya.
Aliran ini juga disebut negativisme, karena berpendapat
bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam. Jadi dengan kata
lain pendidikan tidak di perlukan. Yang di laksanakan adalah menyerahkan anak
didik kepada alam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak oleh tangan
manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan itu.
Jean Jaquest Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala
keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat (artificial) sehingga
kebaikan anak-anak yang di peroleh secara alamiah sejak saat kelahirannya itu
dapat tampak secara spontan dan bebas. Jean Jaquest Rousseau juga
berpendapat bahwa jika anak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma,
hendaklah orang tua atau pendidik tidak perlu untuk memberikan hukuman, biarlah
alam yang menghukumnya. Jika seorang anak bermain pisau, atau bermain api
kemudian terbakar atau tersayat tangannya, atau bermain air kemudian ia
gatal-gatal atau masuk angin. Ini adalah bentuk hukuman alam. Biarlah anak itu
merasakan sendiri akibatnya yang sewajarnya dari perbuatannya itu yang nantinya
menjadi insaf dengan sendirinya
Hukum alam memiliki ciri sebagai berikut :
1.
Segalanya
berkembang dari alam
2.
Perkembangan
alam serba teratur, tidak meloncat-loncat melainkan terjadi secara bertahap.
3.
Alam, berkembang tidak tergesa-gesa melainkan
menunggu waktu yang tepat, sambil mengadakan persiapan.
Dimensi filsafat pendidikan Naturalisme :
1.
Dimensi
utama
Dimensi utama dan pertama dari
pemikiran filsafat pendidikan Naturalisme di bidang pendidikan adalah
pentingnya pendidikan itu sesuai dengan perkembangan alam.Alam berkembang
dengan teratur dan menurut aturan waktu tertentu. Tidak pernah terjadi dalam
perkembangan alam, seekor kupu-kupu tiba-tiba dapat terbang tanpa terlebih
dahulu mengalami proses perkembangan mulai dari ulat menjadi kepompong dan
seterusnya berubah menjadi kupu-kupu. Begitu juga perkembangan alam yang lain,
buah apapun di dunia, selalu bermula dari bunga.
2.
Dimensi
kedua dari filsafat pendidikan Naturalisme
Dimensi kedua dari filsafat
pendidikan Naturalisme yang juga dikemukakan oleh Comenius adalah penekanan
bahwa belajar itu merupakan kegiatan melalui Indra. Seperti yang disarankan
oleh Wolfgang Ratke pada para guru. Guru, kata Ratke pertamakali hendaknya
mengenalkan benda kepada anak lebih dahulu, baru setelah itu penjelasan yang
diperinci (exposition) tentang benda tersebut.
3.
Dimensi
ketiga dari filsafat pendidikan Naturalisme
Dimensi ketiga dari filsafat
pendidikan Naturalisme adalah pentingnya pemberian pemahaman pada akal akan
kejadian atau fenomena dan hukum alam melalui observasi. Observasi berarti
mengamati secara langsung fenomena yang ada di alam ini secara cermat dan
cerdas. Seperti yang dialami Copernicus, bahwa pemahaman kita akan menipu kita,
apabila kita berfikir bahwa mataharilah yang mengelilingi bumi, padahal
sebenarnya bumilah yang mengelilingi matahari.
4.
Demensi
terakhir dari percikan pemikiran filsafat
Demensi terakhir dari percikan
pemikiran filsafat pendidikan Naturalisme juga dikembangkan oleh Jean Jacques
Rousseau berkebangsaan Prancis yang naturalis mengatakan bahwa pendidikan dapat
berasal dari tiga hal, yaitu ; alam, manusia dan barang. Bagi Rousseau seorang
anak harus hidup dengan prinsip-prinsip alam semesta.
Implikasi Naturalisme di Bidang Pendidikan
Fenomena menarik di bidang pendidikan saat ini adalah
lahirnya berbagai model pendidikan yang menjadikan alam sebagai tempat dan
pusat kegiatan pembelajarannya. Pembelajaran tidak lagi dilakukan di dalam
kelas yang dibatasi oleh ruang dan waktu, tetapi lebih fokus pada pemanfaatan
alam sebagai tempat dan sumber belajar. Belajar di dan dengan alam yang telah
menyediakan beragam fasilitas dan tantangan bagi peserta didik akan sangat
menyenangkan. Tinggal kemampuan kita bagaimana “mengekploirasi” sumber daya
alam menjadi media, sumber dan materi pembelajaran yang sangat berguna.
Jika di dalam kelas subyektifitas peserta didik tertekan
oleh otoritas guru, maka di alam, guru dan peserta didik dapat dengan leluasa
menciptakan hubungan yang lebih akrab satu sama lain. Dari hubungan yang akrab
ini lebih lanjut terjadi hubungan emosional yang mendalam antara guru dengan
peserta didiknya. Dalam kondisi seperti ini, subyektifitas peserta didik dengan
sendirinya akan mengalir dalam diskusi dengan guru di mana telah tercipta
suasana belajar yang kondusif.
Menyatunya para siswa dengan alam sebagai tempat belajar
dapat memuaskan keingintahuannya (curiousity), sebab mereka secara langsung
face to face berhadapan dengan sumber dan materi pembelajaran secara riil. Hal
yang sangat jarang terjadi pada pembelajaran di dalam kelas.
3. Aliran Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang
mementingkan stimulsi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan
bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak
dipentingkan. Pengalaman yang diproleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat
dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari
alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk pendidikan. Tokoh
perintisnya adalah John Locke filsuf Inggris (1704-1932) yang mengungkapkan
teori tabula rasa, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih.
Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam
menentukan perkembangan anak.
Menurut pandangan empirisme (biasa pula disebut
environmentalisme) pendidik memegang peranan yang sangat penting sebab dalam
perkembangan anak menjadi manusia dewasa ditentukan oleh lingkungannya atau
oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia-manusia
dapat dididik menjadi apa saja (ke arah yang baik maupun kearah yang buruk)
menurut kehendak lingkungan atau pendidiknya. Dalam pendidikan, pendapat kaum
empiris ini terkenal dengan nama optimisme pedagogis. Empirisme adalah suatu
doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh
pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil dari
bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu
doktrin empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa
pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal,
melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata,
lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu
yang sesuai dengan pengalaman manusia.
Aliran empirisme di pandang berat sebelah sebab hanya
mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan
kemampuan dasar yang di bawa anak sejak lahir di anggap tidak menentukan,
menurut kenyataan dalam kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil
karena berbakat, meskipun lingkungan sekitarnya tidak mendukung. Keberhasilan
ini disebabkan oleh adanya kemampuan yang berasal dari dalam diri yang berupa
kecerdasan atau kemauan keras, anak berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat
mengembangkan bakat atau kemampuan yang telah ada dalam dirinya. Meskipun
demikian, penganut aliran ini masih tampak pada pendapat-pendapat yang
memandang manusia sebagai makhluk yang pasif dan dapat diubah, umpamanya
melalui modifikasi tingkah laku. Hal itu tercermin pada pandangan scientific
psycology Skinner ataupun dengan behavioral. Behaviorisme itu menjadikan
prilaku manusia tampak keluar sebagai sasaran kajianya, dengan tetap menekankan
bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata.
Meskipun demikian, pandangan-pandangan behavioral ini juga
masih bervariasi dalam menentukan faktor apakah yang paling utama dalam proses
belajar itu sebagai berikut:
a. Pandangan yang menekankan peranan
pengamatan dan imitasi.
b. Pandangan yang menekankan peranan
dari dampak ataupun balikan dari sesuatu perilaku.
c. Pandangan yang menekankan peranan
stimulus atau rangsangan terhadap perilaku
Seperti yang akan dikemukakan pada butir atau aliran
konvergensi pada bagian ini, beberapa pendapat dalam pandangan behavioral
tersebut tidak lagi sepenuhnya ala ”Tabula Rasa” dari J. Locke, karena telah mulai
diperhatikan pula faktor-faktor internal dari manusia.
4 Aliran Konvergensi
Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939),
seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak
dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk.
Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik
faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan penting.
Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa
adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan perkembangan bakat tersebut.
Sebaliknya lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang
optimal kalau memang dalam dirinya tidak terdapat bakat yang diperlukan dalam mengembangkan
bakat tersebut. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia berbahasa dengan
kata-kata adalah juga hasil konvergensi.
Pada anak manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui
situasi lingkungan, anak belajar berbicara dalam bahasa tertentu. Lingkungan
pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena itu
tiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya, misalnya bahasa
Jawa, bahasa Sunda, bahasa Iggris, dan sebagainya. Kemampuan dua orang anak
(yang tinggal dalam satu lingkungan yang sama) untuk mempelajari bahasa mungkin
tidak sama. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan kuantitas pembawaan dan
perbedaaan situasi lingkungan, biarpun lingkungan kedua orang anak tersebut
bahasa yang sama. Oleh karena itu Stren berpendapat bahwa hasil pendidikan itu
tergantung dari pembawaan dan lingkungannya, seakan-akan dua garis menuju satu
titik pertemuan.
Karena itu teori W. Stren disebut teori konvergensi (konvergen
artinya memusat kesatu titik). Jadi menurut teori konvergensi :
a. Pendidikan mungkin untuk
dilaksanakan.
b. Pendidikan di artikan sebagai
pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan
potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.
c. Yang membatasi hasil pendidikan adalah
pembawaan dan lingkungan. Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas
sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh kembang manusia.
William Stern mengatakan bahwa
kemungkinan-kemungkinan yang dibawa sejak lahir itu merupakan petunjuk-petunjuk
nasib manusia yang akan datang dengan ruang permainan. Dalam ruang permainan
itulah terletak pendidikan dalam arti yang sangat luas. Tenaga-tenaga dari luar
dapat menolong tetapi bukanlah ia yang menyebabkan perkembangan itu, karena ini
datangnya dari dalam yang mengandung dasar keaktifan dan tenaga pendorong.
Sebagai contoh : anak dalam tahun pertama belajar mengoceh, baru
kemudian becakap-cakap, dorongan dan bakat itu telah ada, di meniru suara-suara
dari ibunya dan orang disekelilingnya. Ia meniru dan mendebgarkan dari
kata-kata yang diucapkan kepadanya, bakat dan dorongan itu tidak akan
berkembang jika tidak ada bantuan dari luar yang merangsangnya. Dengan demikian
jika tidak ada bantuan suara-suara dari luar atau kata-kata yang di dengarnya
tidak mungkin anak tesebut bisa bercakap-cakap.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, kami dapat mengambil beberapa
kesimpulan yakni :
·
Aliran
nativisme
mengungkapkan bahwa hasil pendidikan
dan perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaan yang diperolehnya sejak
anak itu dilahirkan.
·
Aliran
naturalisme
mengungkapkan bahwa pada hakekatnya
semua anak manusia adalah baik pada waktu dilahirkan yaitu dari sejak tangan
sang pencipta namun rusak setelah berada di tangan manusia atau karena
dipengaruhi oleh lingkungan
·
Aliran
empirisme
mengungkapkan bahwa perkembangan anak menjadi
manusia dewasa itu ditentukan oleh lingkungannya atau oleh pendidikan dan
pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Doktrin aliran empirisme yang
sangat masyhur adalah “tabula rasa” yang berarti batu tulis atau
lembaran yang kosong. Doktrin ini menekankan arti penting pengalaman,
lingkungan dan pendidikan, faktor orang tua dan keluarga terutama sifat dan
keadaan mereka sangat menentukan arah perkembangan masa depan anak. Sifat orang
tua merupakan gaya khas dalam bersikap dan memperlakukan anak.
·
Aliran Konvergensi
Penganut aliran ini berpendapat
bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor
lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting.Aliran konvergensi
pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami
tumbuh kembang manusia. Meskipun demikian terdapat variasi mengenai
factor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuhh kembang itu.
B.
Saran
Diharapkan untuk tidak menyepelekan adanya pengetahuan
tentang aliran-aliran pendidikan, Diharapkan lebih bijak memilih atau
mengaplikasikan teori-teori tersebut dalam mendidik anak karena dengan kita
tahu maka kita bisa menalaah sisi baik dan sisi buruk, sisi yang cocok untuk
diterapkan dalam pendidikan di zaman sekarang itu seperti apa proses
pembelajaran, terlebih pada tahap-tahap pembelajaran, diharapkan anak
tersebut mampu menghasilkan sesuatu yang optimal pada dirinya dan
lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym.2014. http://dc303.4shared.com/doc/AcF9cumY/preview.html.Di akses pada hari Kamis,
tanggal 13 Juni 2014.
Anonym.2014. http://hakie.wordpress.com/2009/11/24/4/ (Di akses pada hari Kamis, tanggal
13 Juni 2014.
Tirtaraharja umar dan S.L la Sulo.2010.pengantar pendidikan edisi revesi ke 5.jakarta
Komentar