Di Sulawesi
Selatan, dikenal beberapa suku utama yakni suku Bugis, Makassar, dan Toraja.
Adalah sebuah paradox nasional ketika disebutkan suku yang massif jumlahnya ini
terpapang di buku buku pelajaran dan buku sejarah. Identitas mengenai suku
bukan berarti kita berada di tataran primordialisme akan tetapi, kaitan
historis dan sejarah akan menjadi identitas apalagi dengan bahasa, budaya dan
adat yang berbeda pula tidak dapat disamakan antara satu suku dengan yang
lainnya. Hal tersebutlah yang terjadi dewasa ini, dalam ranah klasifikasi suku
di Sulawesi Selatan ternyata masih ada identitas sendiri yang tengah
diperjuangkan.Adalah sebuah wilayah di sebelah utara Sulawesi Selatan yang
mencakupi beberapa kota dan desa desa kecil yakni Enrekang, sebahagian Palopo,
Masamba, dan beberapa di wilayah Pinrang. Namun, mayoritas suku Massenrempulu
berada di wilayah Enrekang, yang memang menjadi asal usul suku Massenrempulu. Entitas inilah yag kemudian disebut sebagai
“Massenrempulu”, sesuatu yang masih jarang diketahui oleh banyak orang
melainkan orang orang disekitar wilayah tersebut.
Banyak perbedaan
antara Massenrempulu dan Bugis atau Makassar. Aktualisasinya, ketika menuliskan
asal suku Bugis adalah kesatuan dari semua cakupan wilayah yang terdapat di
wilayah Sulawesi Selatan. Baik dari segi bahasa, logat, dialek, maupun akar
budaya, Massenrempulu sangat berbeda dengan suku bugis atau Makassar.
Wilayahnya yang agraris dan umumnya pegunungan sebagai pembeda kultur dengan
bugis yang pesisir dan saudagar. Dari sisi bahasa juga sangat berbeda, terdapat
banyak perbedaan yang kadang substansial tetapi, ada beberapa kata yang baik
pengucapan maupun maknanya hampir sama. Masih belum banyak penelitian mengenai
sejarah ataupun penelitian historis nenek moyang Massenrempulu . ada yang
mengatakan bahwa orang orang dari Jepang mendiami wilayah tersebut dan kemudian
berkembang menjadi Massenrempulu.
I. Budaya dan Adat Istiadat
I. Budaya dan Adat Istiadat
Belum ada karya
ilmiah tertulis yang merampung semua budaya dan adat istiadat baik yang telah
kuno maupun yang telah mengalami asimilasi dari suku ini. Akan tetapi,
berdasarkan penulusuran penulis terdapat beberapa gembaran besar yang dapat diceritakan
yakni;
- Alat Musik
Beberapa media
nasional pernah menayangkan alat musik tradisional di Enrekang yakni suling
bambu atau musik bambu . Tidak seperti suling bambu kebanyakan, pertunjukan
seni ini dimainkan secara bersama sama atau dimainkan banyak orang dan biasanya dipertunjukkan di acara acara
hajatan. Bambu untuk membuat alat-alat musik ini pun adalah bambu khas yang
hanya segelinitir orang saja yang mengetahuinya, maka tidaklah heran jika suara
yang dikeluarkannya sangat nyaring dan jernih.
- Makanan
Wilayah
Enrekang, yang juga dikenal sebagai basis agroindustri Sulawesi-Selatan yang
juga merupakan tanah Massenrempulu, memiliki banyak sekali makanan yang selain
enak namun juga berdaya gizi yang sangat tinggi seperti;
• Dangke, yang
disebut sebagai Keju Enrekang, terbuat dari susu kerbau yang difermentasi dan
resep ini telah turun temurun. Protein yang dikandungnya sangat tinggi hampir 5
kali dibanding keju biasa.
• Nasu Cemba, di masak bersama dengan daging sapi atau kambing bersama daun yang dinamakan daun cemba yang berguna unutk menetralisir lemak yang ada.
• Nasu Cemba, di masak bersama dengan daging sapi atau kambing bersama daun yang dinamakan daun cemba yang berguna unutk menetralisir lemak yang ada.
• Buraq, terbuat
dari batang pohon pisang yang dicampur dengan ayam. Biasanya dicampur dengan
kepala, ceker dan leher ayam. Makanan ini sangat unik, karena tidak ada satu
daerahpun yang menajdikan batang pohon pisang sebagai bahan makanan. Batang
pisang yang digunkanpun adalah bagian dalam yang renyah. Cara pengolahannya pun
sangat sederhana.
• Deppa Tetekan,
kue tradisional yang digoreng dengan sisi empuk dan renyah diluar tetapi lembek
didalam dan dilapisi dengan biji wijen.
• Dodol ketan,
seperti dodol kebanyakan hanya saja, dibuat dari ketan hitam dan baunya juga
sangat wangi. Dibungkus dengan daun jagung
• Baro’bo,
seperti bubur manado, hanya saja, dengan sayuran yang lebih bervariasi dan
terkadang ditambah dengan udang, ayam dan ikan.
• Camme tu’tuk,
adalah yang paling terkenal dan banyak dimasak oleh banyak orang. Dari asal
katanya yakni sayur yang ditumbuk. Terbuat dari daun ubi yang ditumbuk halus dan
parutan kelapa yang dimasak.
- Kepercayaan
Tidak seperti
adat budaya dari daerah lain, tidak terdapat kepercayaan khusus yang berlaku di
masyarakatnya. Peninggalan Animisme dan dinamisme hampir tidak pernah
ditemukan. Ritual ritual panen raya juga tidak ada. Mungkin ini dipengaruhi
oleh nilai nilai agama yang hampir semua penduduk memeluknya yakni Islam. Juga
karena pengaruh Kahar Mudzakkar dulu saat pernah berjuang ingin menegakkan
Syariat Islam
- Nilai nilai moral
Nilai nilai
moral yang dimiliki terdapat dalam nama entitas mereka yakni bersatu teguh,
arti dari Massenrempulu. Nilai yang lainnya adalah masikapulung yakni
persatuan. Dalam artian, dimanapun mereka berada, meskipun tidak saling
mengenal akan tetapi, jika bertemu dengan sesama sukunya (masenrengpulu) maka
mereka akan sangat dekat dan akrab. Hal lain yang menjadi ciri khas yakni nilai
nilai kekeluargaannya sangat tinggi. Jika terdapat hajatan maka, semua keluarga
besar akan datang dan rata rata satu keluarga terdiri dari lebih ratusan orang,
karena mereka sangat menghargai kekerabatan.
- Bahasa
Suku
Massenrempulu sampai saat ini belum memiliki bahasa resmi mengingat tiap
kecamatan memiliki dialek dan intonasi yang berbeda. Secara umum, di wilayah
ini terdapat 3 subetnik yaitu Duri (sub-etnik terbesar yang mendiami wilayah
utara Enrekang), Maiwa, dan Enrekang. Dan ini yang membuat bahasanya cukup
beragam, sub-etnik Duri menggunakan bahasa Duri yang memiliki banyak persamaan
dengan bahasa dari Toraja, Luwu (Palopo) serta sebagian kecil wilayah Sulawesi
Barat. Bahasa Maiwa (digunakan warga Kecamatan Maiwa) yang banyak persamaan
dengan bahasa Bugis serta bahasa Enrekang yang digunakan penduduk di Enrekang
perkotaan, sebagian wilayah Kecamatan Anggeraja yang memiliki kesamaan bahasa
dengan beberapa wilayah di Pinrang.
Penggunaannya seperti berbicara dalam bahasa Indonesia seperti biasa,
hanya saja, banyak orang yang berkata karena dipengaruhi oleh struktur
geografis berupa pegunungan maka ketika berbicara intonasi mereka besar dan
kuat. Hal yang menarik adalah bahasa kuno Massenrengpulu yang bahkan generasi
asli massenrempulu sekarangpun banyak yangg tidak mengerti artinya. Hanya
sesepuh dan beberapa tetua saja yang mengetahui hal itu.
II. KAITAN HISTORIS
Perjalanan
kelompok ini juga erat dengan sejarah Indonesia. Saat penjajahan Belanda,
wilayah Enrekang yang berupa pegunungan ditembus oleh tentara belanda dan
banyak rakyat yang menjadi budak kerja paksa. Penjajahan Jepangpun begitu,
penduduk dipaksa untuk menjalani kerja paksa untuk membuat jalanan yang akan
menembus kota kota lain. Pada zaman pergerakan, terkhususnya pemberontakan
Kahar Muzakkar, Enrekang dan sekitarnya menjadi salah satu basis pemberontak
yang bergerilya.
III. KONDISI AKTUAL
Dewasa ini,
karena identitas yang ada tidak pernah diperkenalkan secara formal kelompok(suku)
Massenrempulu ini mengalami banyak degradasi budaya apalagi dengan anggapan
umum yang menyamakan mereka dengan Bugis dan Makassar. Akibatnya, masyarakat
yang diaspora tidak mengetahui secara jelas identitas suku mereka. Di antara
yang telah tergerus antara lain;
seni musik yang umumnya terbuat dari bambu, selain suling bambu (musik bambu), barutung (musik dari Parombean) dan ronggeng. Permainan musik ini dimainkan oleh anak anak dengan mengentakkan bambu dengan besar yang berbeda tiap anak dan akan mengahsilkan harmonisasi akan tetapi, permainan itu sekarang telah hilang.
seni musik yang umumnya terbuat dari bambu, selain suling bambu (musik bambu), barutung (musik dari Parombean) dan ronggeng. Permainan musik ini dimainkan oleh anak anak dengan mengentakkan bambu dengan besar yang berbeda tiap anak dan akan mengahsilkan harmonisasi akan tetapi, permainan itu sekarang telah hilang.
Bahasa kuno yang
tidak memilki manuskrip sangat rentan dengan- perubahan
zaman apalagi, kondisi masyarakat yang mulai modern dan melupakan nilai nilai
tradisional. Nilai keluarga besar yang
saling bertalian juga telah banyak yang- putus terutama
mereka yang diaspora ke luar daerah atau keluar negeri.
IV. PERGERAKAN PENGAKUAN SUKU
Hal yang menjadi
perhatian banyak pemuka pemuka maspul (demikian biasa disingkat) adalah
identitas mereka yang hanya informal. Salah satunya Andi Sose yang mengatakan
sudah saatnya Massenrempulu menjadi bagian dari suku yang diakui secara
legal-formil di Sulawesi selatan dan juga di Indonesia. Hal yang menjadi
kecemasan adalah degradasi diri pada identitas padahal, dengan nilai nilai
luhur yang diterapkan oleh para pendahulu mereka sudah selayaknyalah diteruskan
dan dilestarikan.
Titik terang yang muncul adalah dengan dibentuknya HIKMA (Himpunan Keluarga Massenrengpulu) yang bertugas mendata dan membantu sesama anggota diseluruh Indonesia. HIKMA mendata semua orang orang Massenrengpulu dan mensosilisasiakan gerakan gerakannya antara lain, pendidikan, ekonomi usaha, bantuan kemanusiaan dll. Adalah penting untuk menjadikan komunitas ini sebagai suatu identitas baru supaya sejarah budaya kita di Indonesia menjadi valid. Adalah Ironi jika suatu hari terdapat orang Enrekang yang hendak membuat KTP dan dituliskan di kartu tersebut suku Bugis. Padahal, dari sisi bahasa, budaya, adat istiadat, dan kepercayaan kedua hal tersebut sangatlah berbeda. Implikasi lain berupa jangka panjang yang akan terjadi adalah berkembanganya pariwisata dengan pengenalan potensi potensi daerah selain itu, hal tersebut juga akan memperkaya khazanah pengetahuan kita tentang bagaimana betapa kayanya negara kita dengan budayanya.
V. TAMBAHAN
Titik terang yang muncul adalah dengan dibentuknya HIKMA (Himpunan Keluarga Massenrengpulu) yang bertugas mendata dan membantu sesama anggota diseluruh Indonesia. HIKMA mendata semua orang orang Massenrengpulu dan mensosilisasiakan gerakan gerakannya antara lain, pendidikan, ekonomi usaha, bantuan kemanusiaan dll. Adalah penting untuk menjadikan komunitas ini sebagai suatu identitas baru supaya sejarah budaya kita di Indonesia menjadi valid. Adalah Ironi jika suatu hari terdapat orang Enrekang yang hendak membuat KTP dan dituliskan di kartu tersebut suku Bugis. Padahal, dari sisi bahasa, budaya, adat istiadat, dan kepercayaan kedua hal tersebut sangatlah berbeda. Implikasi lain berupa jangka panjang yang akan terjadi adalah berkembanganya pariwisata dengan pengenalan potensi potensi daerah selain itu, hal tersebut juga akan memperkaya khazanah pengetahuan kita tentang bagaimana betapa kayanya negara kita dengan budayanya.
V. TAMBAHAN
Enrekang,
sebagai daerah utama suku ini, memiliki hal hal yang lumayan unik seperti ada
sebuah desa yang terletak di wilayah Baraka dimana, desa Bone-bone dimana
penduduknya tidak ada yang merokok begitupun dengan pendatang yang hendak
memasuki daerah ini tidak diperkenankan membawa ataupun menyalakan rokok. Objek
wisata yang ada juga sangat beragam mulai dari gua, air terjun, gunung,
hamparan sawah, dan sungai yang cocok untuk olahraga arung jeram. Tercatat,
Enrekang pada tahun 2003 menjadi peringkat ke 5 daya tarik industri pedesaan di
Indonesia.
Hal unik lainnya seperti, di wilayah pedesaan, yang belum terlalu banyak pendatangnya, rumah rumah jarang yang memilki pagar karena hampir tidak pernah terdapat kasus pencurian dan perampokan dalam bentuk apapun. Penduduknya hidup dengan rasa kepercyaan yang tinggi satu sama lain. Hanya saja, terdapat pendatang dari luar yang memanfaatkan hal ini sehingga mengusik tatanan yang telah ada. Adalah sebuah filsafat kuno dengan bahasa kuno yang artinya sulit untuk dijelaskan. Menceritakan mengenai sumpah seseorang dikatakan meskipun pohon sudah tidak berpucuk dan berdaun seseorang harus teguh dalam pendirian dan kebenarannya dan karena kebesaran seseorang itulah hingga akhir hayatnya ia dimakamkan di tengah dusun agar orang orang selalu mengingatnya. Namun, karena sumpah ini menggunakan bahasa kuno maka banyak bait yang hilang dan arti secara eksplisitnya tidak dapat diketahui secara pasti. Didendangkan oleh orang orang massenrempulu dahulu namun, telah banyak dilupakan yang berbunyi :
Hal unik lainnya seperti, di wilayah pedesaan, yang belum terlalu banyak pendatangnya, rumah rumah jarang yang memilki pagar karena hampir tidak pernah terdapat kasus pencurian dan perampokan dalam bentuk apapun. Penduduknya hidup dengan rasa kepercyaan yang tinggi satu sama lain. Hanya saja, terdapat pendatang dari luar yang memanfaatkan hal ini sehingga mengusik tatanan yang telah ada. Adalah sebuah filsafat kuno dengan bahasa kuno yang artinya sulit untuk dijelaskan. Menceritakan mengenai sumpah seseorang dikatakan meskipun pohon sudah tidak berpucuk dan berdaun seseorang harus teguh dalam pendirian dan kebenarannya dan karena kebesaran seseorang itulah hingga akhir hayatnya ia dimakamkan di tengah dusun agar orang orang selalu mengingatnya. Namun, karena sumpah ini menggunakan bahasa kuno maka banyak bait yang hilang dan arti secara eksplisitnya tidak dapat diketahui secara pasti. Didendangkan oleh orang orang massenrempulu dahulu namun, telah banyak dilupakan yang berbunyi :
Tangken daunmmi to lamba
Tangken Collin cendana
Na ola dundu
Na le tei ceppaga
Ceppaganna ri lelua
Sappanna ri mendante
Simboki mae
Naku alako pa mae
Pamai di lamun batu
Di lamun lan tangnga tondok…
Komentar