model pembelajaran kooperatif



                   MODEL-MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF                 

            Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa harus secara individual menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks,memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu (seojadi dalam Teti Sobari,2006:15). Menurut Slavin (2007) , pembelajaran kooperati mengglakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme. Dengan demikian, pendidikan hendaknya mampu mengondisikan, dan memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas secara daya cipta (kreativitas), sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses pembelajaran. Dalam teori kons, uktivisme ini lebih mengutamakan pada pembelajaran siswa yang dihadapkan pada masalah-masalah kompleks untuk dicari solusinya, selanjutnya menemukan bagian-bagian yang lebih sederhana atau atau keterampilan yang diharapkan. Model pembelajaran ini dikembangkan dari teori belajar konstruktivisme yang lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky .Berdasarkan penelitian Piaget yang pertama dikemukakan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak ( Ratna 1988:181)
            Dalam model pembelajaran  kooperatif ini,guru lebih berperan sebagai fasitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubuh ke arah pemahaman yang lebih tinggi,dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa,tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam pengalaman langsung dalam menerapkan ide-ide mereka,ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.
            Menurut pandangan Piaget dan Vigotsky adanya hakikat sosial dari sebuah proses belajar dan juga tentang penggunaan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggotanya yang beragam,sehingga terjadi perubahan konseptual.Piaget menekankan bahwa belajar adalah proses aktif dan pengetahuan disisusun di dalam pikiran siswa. Oleh karena itu,belajar adalah tindakan kreatif dimana konsep dan kesan dibentuk dengan memikirkan objek dan bereaksi pada peristiwa tersebut.
Di samping aktivitas dan kreativitas yang diharapkan dalam sebuah proses pembelajaran dituntut interaksi yang seimbang ,interaksi yang dimaksudkan adalah adanya interaksi atau komunikasi antara guru guru dengan siswa.siswa dengan siswa,dan siswa dengan guru. Dalam proses belajar diharapkan adanya komunikasi banyak arah yang memungkinkan akan terjadi aktivitas dan kreativitas yang diharapkan.
Pandang konstruktivisme Piaget dan Vigotsky dapat berjalan berdampingan dalam proses belajar konstruktivisme Piaget yang menekankan pada kegiatan internal individu terhadap objek yang dihadapi dan pengalaman yang dimiliki orang tersebut. Sedangkan konstruktivisme Vigotsky menekanka pada interaksi sosial dan melakukan konstruksi pengetahuan dari lingkungan sosialnya.
Berkaitan dengan karya Vigotsky dan penjelasan Piaget, para konstruktivis menekankan pentingnya interaksi dengan teman sebaya,melalu pembentukan kelompok belajar . Dengan kelompok belajar memberikan kesempatan kepada siswa secara aktif dan kesempatan untuk mengungkapkan sesuatu yang dipikirkan siswa kepada teman akan membantunya untuk melihat sesuatu dengan jelas bahkan melihat ke tidak sesuaian pandangan mereka sendiri.
A.    Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif
            Pembelajar kooperatif (cooperative  learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Pada hakikatnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok oleh karena itu, banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam cooperative learning dalam nelajar kelompok. walaupun  sebenarnya tidak semua belajar kelompok dikatakan cooperative learning,seperti dijelaskan Abdulhak (2001:19-21) bahwa “pembelajaran cooperative dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri”
Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa,siswa dengan siswa,dan siswa denga guru (multi way traffic comunication).
            Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi (Nurulhayati,2002:25) . dalam sistem belajay yang kooperative, siswa belajar sama dengan anggota lainnya. Dalam model  ini siswa memliliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajara untuk didirnya sendiri membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Siswa bersama dalam sebuah kelompok kecil dan mereka dapat melakukannya seorang diri.
Cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok.model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentuk untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskann (Sanjaya 2006:217).
            Tom V.savage (1987:217) mengemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok.
            Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok.Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asa-asalan,pelaksaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatof dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam pembelajaran kooperatifproses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya pembelajaran oleh rbaya (peerteaching) lebih efektif daripada  pembelajaran oleh guru.
            Cooperative learning teknik mengelompokan yang didalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-5 orang. Belajar cooperative adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggotas lainnya dalam kelompok tersebut (johnson dalam Hasan,1996)
            Strategi pembelajaran kooperative merupakan kerangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok,untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah di tetapkan.Terdapat empat hal penting dalam strategi pembelajaran kooperatif,yakni : 1) adanya peserta dalam kelompok .2) adanya turan main (role) dalam kelompok,3) adanya upaya dalam kelompok,4) adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok.   
            Berkenang dengan pengelompokakan lima unsur dasar model cooperative learning,yaitu : 1) minat dan bakat siswa,2) latar belakang kemampuan siswa,3) perpaduan antara minat dan bakat siswa dan latar kemampuan siawa.
Nurulhayati,(2002:25-28),mengemukakan lima unsur dasar model cooperative learning,yaitu :1) ketergantungan yang positif.2) pertangungjawaban individual,3) kemampuan bersosialisasi,4) tatap muka,dan 5)evaluasi proses kelompok.
Ketergantungan yang positif adalah suatu bentuk kerja sama yang sangat erat kaitan antara anggota kelompok.kerja sama ini dibutuhkan untuk mencapai tujuan.siswa benar-benar mengerti bahwa kesuksesan kelompok tergantung pada kesuksesan anggotanya.
Maksud dari pertanggungjawaban individual adalah kelompok tergantung pada cara belajar perseorangan seluruh anggota kelompok. Pertanggungjawaban memfokuskan aktivitas kelompok dalam menjelaskan konsep pada satu orang dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok siap menghadapi aktivitas lain dimana siswa harus menerima tanpa pertolongan anggota kelompok.kemampuan bersosialisasi adalah sebuah kemampuan bekerja sama yang biasa digunakan dalam aktivitas kelompok. Kelompok tidak berfungsi secara efektif jika siswa tidak memiliki kemampuan bersosialisasi yang dibutuhka.
Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akn memberi siswa bentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Guru menjadwalkan waktu bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama lebih efektik.
            Senada dengan menjelaskan tersebut Siahaan (2005:2) mengutarakan lima unsur esensial yang ditekankan dalam pembelajaran kooperative,yaitu : a) saling ketergantungan yang positif,b) interkasi berhadapan (faceto-face interaction),c) tanggung jawab individu (individual responsibility),d)keterampilan sosial (social skills),e)terjadinya proses dalam kelompok (group processing).
Pembelajaran cooperative mewadahi bagaiman siswa dapat bekerja sama dalam kelompok,tujuan kelompok adalah tujuan bersama. Situasi kooperatif merupakan bagian dari siswa untuk mencapai tujuan kelompok,siswa harus merasakan bahwa mereka akan mencapai tujuan,maka siswa lain dalam kelompoknya memiliki kebersamaan,artinya tiao anggota kelompok bersikap kooperatif dengan sesama anggota kelompoknya.
            Mengapa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) perlu ? dalam situasi belajar pun sering terlihat sifat individualistis siswa. Siswa cenderung berkompetisi secara individual,bersifat tertutup terhadap teman,ingin menang sendiri,kurang memberikan perhatian terhadap teman kelas,bergaul hanya dengan orang tertentu,ingin menang sendiri, dan sebagainya. Jika keadaan ini di biarkan tidak mustahil akan dihasilkan warga negara yang egois,inklusif,introfert,kurang bergaul dalam masyarakat,acuh tak acuh dengan tetangga dan lingkungan,kurang menghargai orang lain,serta tidak mau menerima kelebihan dan kekurangan orang lain. Gejala seperti ini kiranya mulai terlihat pada masyarakat kita,sedikit-sedikit demonstrasi,main keroyokan ,saling sikut,dan mudah terprovokasi.
            Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembeajaran yang baik digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Slavin (1995) dinyatakan bahwa: 1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial,menumbuhkan sikap toleransi,dan menghargai pendapat orang lain,2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis,memecahkan maslah,dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dengan alasan tersebut,strategi pembelajaran koopertif didarapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.
            Ada dua komponen pembelajaran kooperatif, yakni : 1) cooperative tesk atau tugas kerja dan,2) cooperative incentive structure,atau struktur insensif kerja sama. Tugas kerja sama berkenan dengan suatu hal yang telah di berikan. Sedangkan struktur insensif kerja sama merupakan suatu hal yang membangkitkan motivasi siswa untuk melakukan kerja sama dalam rangka mencapai tujuan kelompok tersebut. Dalam pembelajaran kooperatif adanya upaya meningkatkan prestasi belajarnya siswa (student achievement) danpak penyerta, yaiti sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain.
            Pembelajaran kooperatif akan relatif digunakan apabila: 1) guru menekankan pentingnya usaha bersama di samping usaha secara individual,2) guru menghendaki pemerataanperolehan hasil dalam belajar,3) guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendri,4) guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktidf siswa,5) guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan. ( Sanjaya,2006).

B.     Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
            Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan alademik dalam pengertian penguasaan materi pelajaran,teapi juga adanya unssur kerja sama untuk menguasaan materi tersebut. Adanya kerja sam inilah yang menjadi ciri khas dari cooperative learning.
            Pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dalam bebarapa dapat dijelaskan dalam beberap perspektif, yaitu : 1) perspektif motivasi artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya salin membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok. 2) perspektif sosial artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan.3) perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya interkasi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi (Sanjaya,2006:242)
Karakteristik atau ciri-cri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagi berikut.
1.      Pembelajaran secara Tim.
Pembelajarn kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tom merupakan tempat utnuk mencapai tujuan.oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu mencapai tujuan pembelajaran.
2.      Didasarkan Pada Manajemen Kooperatif.
Manajemen seperti yang telah kita pelajari pada bab sebelumnya mempunyai tiga fungi yaitu : a) fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanan,dan langka-langkah pembelajaran yang sudah di tentukan. Misalnya tujua apa yang harus di capai,bagaimana cara mencapainya, apa harus digunakan untuk mencapai tujuan dan lain sebagaiman.b) fungsi manajeman sebagai organisasi,menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agr proses pembelajaran berjalan dengan efektif. C)  fungsi manajemen sebagai kontrol,menunujukkan bahwa dalam pembelajran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun nontes.
3.      Kemauan untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok,oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu di tekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik,pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai yang optimal.
4.      Keterampilan bekerja sama
Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompk. Dengan demikian,siswa perlu didorong untuk dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi  dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu aktivitas pembelajaran yang menggunakan pola belajar siswa berkelompok untuk menjalin kerja sama dan saling ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan, dan hadiah (Muslim Ibrahim, 2000:3).
Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong dan/atau dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Dalam penerapan pembelajaran kooperatif, dua atau Iebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu penghargaan bersama.
Mereka akan berbagi penghargaan tersebut seandainya mereka berhasil sebagai kelompck.
Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
a.    Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama.
b.    Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
c.             Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dal am kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
d.    Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
e.     Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
f.     Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
g.     Siswa diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Ciri-ciri yang terjadi pada kebanyakan pembelajaran yang menggu­nakan model pembelajaran kooperatif, adalah sebagai berikut:
a.       Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
b.      Kelompok dibentuk dan siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
c.       Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dan ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda.
d.      Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar  akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan keterampilan sosial
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran di mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling kerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kooperatif konstruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vigotsky yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran Vigotsky yakni bahwa fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada percakapan atau kerja sama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu tersebut. Implikasi dari teori Vigotsky dikehendakinya susunan kelas berbentuk kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan model pembelajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar kompetensi akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan kompetensi sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik, dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya anak muda sebenarnya tidak menyukai siswa-siswa yang ingin menonjol secara akademis. Robert Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini melalui penggunan pembelajaran kooperatif. Disamping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas kerja bersama menyelesaikan rugas-tugas akademik, siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih dalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam. Sementara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian kecil antara individu dapat mengakibatkan tindak kekerasan atau betapa sering orang menyatakan ketidakpuasan pada saat diminta untuk bekerja dalam situasi kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja. Namun, siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antaranggota kelompok, sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antaranggota kelompok selama kegiatan.
Ada tiga bentuk keterampilan kooperatif sebagaimana diungkapkan oleh Lundgren (1994), yaitu:
a.    Keterampilan kooperatif tingkat awal
Meliputi: (a) menggunakan kesepakatan; (b) menghargai kontri­busi; (c) mengambil giliran dan berbagi tugas; (d) berada dalam kelompok; (e) berada dalam tugas; (f) mendorong partisipasi; (g) mengundang orang lain untuk berbicara; (h) menyelesaikan tugas pada waktunya; dan (i) menghormati perbedaan
b.    Keterampilan kooperatif tingkat menengah
Meliputi: (a) menunjukkan penghargaan dan simpati; (b) meng ungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima; (c) mendengarkan dengan aktif; (d) bertanya; (e) memuat ringkasan; (1) menafsirkan; (g) mengatur dan mengorganisir; (h) menerima, tanggung jawab; (i) mengurangi ketegangan.
c.   Keterampilan kooperatif tingkat mahir
Meliputi: (a) mengelaborasi; (b) memeriksa dengan cermat; (c) menanyakan kebenaran; (d) menetapkan tujuan; dan (e) berkom­promi.
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembeiajaran kooperatif, pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, sering kali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya, siswa dikelompokkan ke dalam tim­tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi basil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
Description: _Pic1 














C. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif
Menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2008) ada lima unsur asar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu sebag beri­kut.
1.       Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu alam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing asing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam k ompok akan merasakan saling ketergantungan.
2.       Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing nggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.
3.       Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu mem­berikan kesempatan yang leas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka mclakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.
4.       Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu mela­tih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomurasi dalam kegiatan pembelajaran.
5.       Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
D. Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran koopera pada prin­sipnya terdiri atas empat tahap, yaitu sebagai berikut.
1.      Penjelasan Materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran
2.      Belajar Kelompok; tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.
3.      Penilaian, penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan memberikan penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya, seperti dijelaskan Sanjaya (2006:247). "Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalaTn kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompoknya."
4.      Pengakuan tim, adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah, dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik lagi.
E. Model-model Pembelajaran Kooperatif
Ada beberapa variasi jenis model dalam pembeldjaran kooperatif, walaupun prinsip dasar dari pembelajaran kooperatif ini tidak berubah, jenis-jenis model tersebut, adalah sebagai berikut.
1.      Model Student Teams Achievement Division (FAD)
Model ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin.
Menurut Slavin (2007) model STAD (Student Team Achievement Divisions) merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti. Model ini juga sangat mudah diadaptasi, telah dalam matcmatika, IPA, IPS, bahasa Inggris, teknik dan banyak subjek lainnya, dan pada tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Dalam STAD, siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya) Guru memberikan suatu pelajaran dan siswa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya semua siswa menjalani kuis perseorangan tentang
Materi tersebut, dan pada saat itu mereka tidak boleh saling membantu satu sama lain. Nilai-nilai hasil kuis siswa diperbandingkan dengan nilai rata-rata mereka sendiri yang diperoleh sebelumnya, dan nilai-nilai itu diberi hadiah berdasarkan pada seberapa tinggi peningkatan yang bisa mereka capai atau seberapa tinggi nilai itu melampaui nilai mereka sebelumnya. Nilai-nilai ini kemudian dijumlah untuk mendapat nilai kelompok, dan kelompok yang dapat mencapai kriteria tertentu bisa mendapatkan sertifikat atau hadiah-hadiah yang lainnya. Keseluruhan siklus aktivitas itu, mulai dari paparan guru ke kerja kelompok sampai kuis, biasanya memerlukan tiga sampai lima kali pertemuan kelas. STAD adalah yang paling tepat untuk mengajarkan materi-materi pelajaran ilmu pasti, seperti penghitungan dan penerapan matematika, penggunaan Bahasa dan mekanika, geografi dan keterampilan perpetaan, dan konsep­-konsep sains lainnya.
Lebih jauh Slavin memaparkan bahwa: "Gagasan utama di belakang STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru". Jika siswa menginginkan kelompok memperoleh hadiah, mereka harus membantu teman sekelompok mereka dalam mempelajari pelajaran. Mereka harus mendorong teman sekelompok untuk melakukan yang terbaik, memperlihatkan norma-norma bahwa belajar itu penting, berharga dan menyenangkan. Para siswa diberi waktu untuk bekerja sama setelah pelajaran diberikan oleh guru, tetapi tidak saling membantu ketika menjalani kuis, sehingga setiap siswa harus menguasai materi itu (tanggung jawab perseorangan). Para.siswa mungkin bekerja berpasangan dan bertukar jawaban, mendiskusikan ketidaksamaan, dan saling membantu satu sama lain, mereka bisa mendiskusikan pendekatan­pendekatan untuk memecahkan masalah itu, atau mereka bisa saling memberikan pertanyaan tentang isi dari materi yang mereka pelajari itu. Mereka mengajari teman sekelompok dan menaksir kelebihan dan kekurangan mereka untuk membantu agar bisa berhasil menjalani tes. Karena skor kelompok didasarkan pada kemajuan yang diperoleh siswa atas nilai sebelumnya (kesempatan yang sama untuk berhasil), siapapun dapat menjadi "bintang" kelompok dalam satu minggu itu, karena nilainya lebih baik dari nilai sebelumnya atau karena makalahnya dianggap sempurna, sehingga selalu menghasilkan nilai yang maksimal tanpa mempertimbangkan nilai rata-rata siswa yang sebelumnya.

Langkah-langkan Pembelajaran Kooperatif Model STAD
a.   Penyampaian Tujuan dan Motivasi
Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembela­jaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
b.   Pembagian Kelompok
Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, di mana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin, rasa atau etnik.
c.   Presentasi dari Guru
Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Guru memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif. Di dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh media, demonstrasi, pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga tentang keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan serta cara—cara mengerjakannya.
d.   Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim)
Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing memberikan isi. Selama tim bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan cirri terpenting dari STAD.
e.   Kuis (Evaluasi)
Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut. Guru menetapkan skor batas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60,75, 84, dan seterusnya sesuai dengan tingkat kesulitan siswa.
f. Penghargaan Prestasi Tim
Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100. Selanjutnya pemberian penghar­gaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1)    Menghitung Skor Individu
Menurut Slavin (Trianto, 2007:55), untuk menghitung perkembangan skor individu dihitung sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 7.2 sebagai berikut:
Description: _Pic1
2)    Menghitung Skor Kelompok
Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkem­bangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahkan semua skor perkembangan individu anggota kelompok dan membagi sejumlah anggota kelompok tersebut. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh skor kelompok sebagaimana dalam Tabel 7.3 sebagai berikut:
Description: _Pic3
3)    Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok
Setelah masing-masing kelompok atau tim memperoleh predikat,
guru memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan prestasinya (kriteria tertentu yang ditetapkan guru).
STAD merupakan suatu metode generik tentang pengaturan kelas dan bukan metode pengajaran komprehensif untuk subjek tertentu, guru menggunakan pelajaran dan materi mereka sendiri. Lembar tugas dan kuis disediakan bagi kebanyakan subjek sekolah untuk siswa, tetapi kebanyakan guru menggunakan materi mereka sendiri untuk menambah atau mengganti materi-materi ini.
2. Model Jigsaw
Model ini dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aronson dan teman-temannya di Universitas Texas.
Arti Jigsaw dalam Bahasa Inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka-teki menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi sat-an informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggung jawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri atas dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas koopera‑tifnya dalam: (a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; (b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu, siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai "ahli" dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
a.      siswa dikelompokkan dengan anggota ± 4 orang;
b.      tiap orang dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda;
c.      anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama mem­bentuk kelompok Baru (kelompok ahli);
d.      setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kemba'li ke kelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang subbab yang mereka kuasai;
e.      tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi;
f.       pembahasan;
g.      penutup.
Model pembelajaran kooperatif model Jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil. Seperti diungkapkan oleh Lie (1999:73), bahwa "pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara man­diri".
Dalam model kooperatif Jigsaw ini siswa memiliki banyak kesem­patan untuk mengemukakan pendapat dan mengolah informasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari dan dapat menyampaikan informasinya kepada kelompok lain.
Lei (1994) menyatakan bahwa Jigsaw merupakan salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang fleksibel. Banyak riset telah dilakukan berkaitan dengan pembelajaran kooperatif dengan dasar Jigsaw. Riset tersebut secara konsisten menunjukkan bahwa siswa yang terlibat di dalam pembelajaran model kooperatif model Jigsaw ini memperoleh prestasi lebih baik, mempunyai sikap yang lebih baik dan lebih positif terhadap pembelajaran, di samping saling menghargai perbedaan dan pendapat orang lain.
Jhonson and Jhonson (dalam Teti Sobari 2006:31) melakukan penelitian tentang pembelajaran kooperatif model Jigsaw yang hasilnya menunjukkan bahwa interaksi kooperatif memiliki berbagai pengaruh positif terhadap perkembangan anak. Pengaruh positif tersebut adalah:
a.      meningkatkan basil belajar;
b.     meningkatkan daya ingat;
c.      dapat digunakan untuk mencapai tarap penalaran tingkat tinggi;
d.     mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik Qcesadaran individu);
e.      meningkatkan hubungan antarmanusia yang heterogen;
f.      meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah;
g.      meningkatkan sikap positif terhadap guru;
h.     meningkatkan harga diri anak;
i.       meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif; dan
j.       meningkatkan keterampilan hidup bergotong-royong.
Pembelajaran model Jigsaw ini dikenal juga dengan kooperatif para ahli. Karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Tetapi permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama, setiap utusan dalam kelompok yang berbeda membahas materi yang sama, kita sebut sebagai tim ahli yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi, selanjutnya basil pembahasan itu dibawa ke kelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya.
Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a.          Melakukan membaca untuk menggali informasi. Siswa memperoleh topik-topik permasalahan untuk dibaca, sehingga mendapatkan informasi dari permasalahan tersebut.
b.         Diskusi kelompok ahli. Siswa yang telah mendapatkan topik perma­salahan yang sama bertemu dalam satu kelompok atau kita sebut dengan kelompok ahli untuk membicarakan topik permasalahan tersebut.
c.          Laporan kelompok. Kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan menjelaskan basil yang didapat dari diskusi tim ahli.
d.         Kuis dilakukan mencakup semua topik permasalahan yang dibica­rakan tadi.
5. Perhitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelom­pok.
Stephen, Sikes and Snapp (1978), mengemukakan langkah-langkah pembelajaran kooperatif model Jigsaw sebagai berikUt:
a.      siswa dikelompokkan ke dalam 1 sampai 5 anggota tim;
b.      tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berteda;
c.      tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan;
d.      anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/subbab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan subbab mereka;
e.      setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok anal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang subbab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya men­dengarkan dengan saksama;
f.       tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi;
g.      guru memberi evaluasi;
h.   penutup.
3. Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Strategi belajar kooperatif GI dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel. Secara umum perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik kooperatif GI adalah kelompok dibentuk oleh siswa itu_sendiri dengan beranggotal:an 2-6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok mempresentasikan atau memamerkan laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling tukar informasi temuan mereka (Burns, et al., tanpa tahun). Menurut Slavin (1995a), strategi kooperatif GI sebenarnya dilandasi oleh filosofi belajar John Dewey. Teknik kooperatif ini telah secara meluas digunakan dalam penelitian dan memperlihatkan kesuksesannya terutama untuk program-program pembelajaran dengan tugas-tugas spesifik.
Pengembangan belajar kooperatif GI didasarkan atas suatu premis bahwa proses belajar di sekolah menyangkut kawasan dalam domain sosial dan intelektual, dan proses yang terjadi merupakan penggabungan nilai-nilai kedua domain tersebut (Slavin, 1995a). Oleh karena itu, group investigation tidak dapat diimplementasikan ke dalam lingkungan pendidikan yang tidak bisa mendukung terjadinya dialog interpersonal (atau tidak mengacu kepada dimensi sosial-afektif pembelajaran) . Aspek sosial-afektif kelompok, pertukaran intelektualnya, dan materi yang bermakna, merupakan sumber primer yang cukup penting dalam memberikan dukungan terhadap usaha-usaha belajar siswa. Interaksi dan komunikasi yang bersifat kooperatif di antara siswa dalam satu kelas dapat dicapai dengan baik, jika pembelajaran dilakukan lewat kelompok­kelompok belajar kecil.
Belajar kooperatif dengan teknik GI sangat cocok untuk bidang kajian yang memerlukan kegiatan studi proyek terintegrasi (Slavin, 1995a), yang mengarah pada kegiatan perolehan, analisis, dan sintesis informasi dalam upaya untuk memecahkan suatu masalah. Oleh karenanya, kesuksesan implementasi teknik kooperatif GI sangat tergantung dari pelatihan awal dalam penguasaan keterampilan komunikasi dan sosial. Tugas-tugas akademik harus diarahkan kepada pemberian kesempatan bagi anggota kelompok untuk memberikan berbagai macam kontribusinya, bukan hanya sekadar didesain untuk mendapat jawaban dari suatu pertanyaan yang bersifat facual (apa, siapa, di mana, atau sejenisnya). Menurut Slavin (1995a), strategi belajar kooperatif GI sangatlah ideal diterapkan dalam pembelajaran biologi (IPA). Dengan topik materi IPA yang cukup luas dan desain tugas-tugas atau sub-sub topik yang mengarah kepada kegiatan metode ilmiah, diharapkan siswa dalam kelompoknya dapat saling memberi kontribusi berdasarkan pengalaman sehari-harinya. Selanjutnya, dalam tahapan pelaksanaan investigasi para siswa mencari informasi dari berbagai sumber, baik di dalam maupun di luar kelas/ sekolah. Para siswa kemudian melakukan evaluasi dan sintesis terhadap informasi yang telah didapat dalam upaya untuk membuat laporan ilmiah sebagai hasil kelompok.
Implementasi strategi belajar kooperatif GI dalam pembelajaran, secara umum dibagi menjadi enam langkah, yaitu: (1) mengidentifikasi topik clar mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok (para siswa menelaah sumber-sumber informasi, memilih topik, dan mengategorisasi saran-saran; para siswa bergabung ke dalam kelompok belajar dengan pilihan topik yang sama; komposisi kelompok didasarkan atas keterta­rikan topik yang sama dan heterogen; guru membantu atau memfasilitasi dalam memperoleh informasi); (2) merencanakan tugas-tugas belajar (direncanakan secara bersama-sama oleh para siswa dalarp kelompoknya masing-masing, yang meliputi: apa yang kita selidiki; bagaimana kita melakukannya, siapa sebagai apa—pembagian kerja; untuk tujuan apa topik ini diinvestigasi); (3) melaksanakan investigasi (siswa mencari informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan; setiap anggota kelompok harus berkontribusi kepada usaha kelompok; para siswa ber­tukar pikiran, mendiskusikan, mengklarifikasi, dan mensintesis ide-ide); (4) menyiapkan laporan akhir (anggota kelompok menentukan pesan­pesan esensial proyeknya; merencanakan apa yang akan dilaporkan dan bagaimana membuat presentasinya; membentuk panitia acara untuk mengoordinasikan rencana presentasi); (5) mempresentasikan laporan akhir (presentasi dibuat untuk keseluruhan kelas dalam berbagai macam bentuk; bagian-bagian presentasi harus secara aktif dapat melibatkan pendengar (kelompok lainnya); pendengar mengevaluasi kejelasan presentasi rnenurut kriteria yang telah ditentukan keseluruhan kelas); (6) evaluasi (para siswa berbagi mengenai balikan terhadap topik yang dikerjakan, kerja yang telah dilakukan, dan pengalaman-pengala­man afektifnya; guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran; asesmen diarahkan untuk mengevaluasi pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis).
Di dalam implementasinya pembelajaran kooperatif tipe group investigation, setiap kelompok presentasi atas basil investigasi mereka di depan kelas. Tugas kelompok lain, ketika satu kelompok presentasi di depan kelas adalah melakukan evaluasi sajian kelompok.

Model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat dipakai guru untuk mengembangkan kreativitas siswa, baik secara perorangan maupun kelompok. Model pembelajaran kooperatif dirancang untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan berorientasi menuju pembentukan manusia social (Mafune,2005:4). Model pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif, sebab siswa akan lebih banyak belajar melalui proses pembentukan (contructing) dan penciptaan, kerja dalam kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran.
Asumsi yang digunakan sebagai acuan dalam pengembangan Model pembelajaran kooperatif tipe group investigation, yaitu (1) untuk meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dapat ditempuh melalui pengembangan proses kreatif menuju suatu kesadaran dan pengembangan alat Bantu yang secara eksplisit mendukung kreativitas, (2) komponen emosional lebih penting daripada intelektual, yang tak rasional lebih penting daripada yang rasional dan (3) untuk meningkatkan peluang keberhasilan dalam memecahkan suatu masalah harus lebih dahulu memahami komponen emosioanl dan irrasional.
Model pembelajaran kooperatif tipe group investivigation langkah­langkah pembelajarannya adalah:
a.       membagi siswa ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari  5
siswa;
  1. memberikan pertanyaan terbuka yang bersifat analitis;
c.       mengajak setiap siswa untuk berpartisipasi dalam menjawab perta­nyaan kelompoknya secara bergiliran searah jarum jam dalam kurun waktu yang disepakati.


4. Model Make a Match (Membuat Pasangan)
Metode Make a Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.
Penerapan metode ini dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Langkah-Langkah pembelajaran adalah sebagai berikut.
a.       Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa icartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban).
b.      Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.
c.       Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban).
d.      Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
e.       Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
f.       Kesimpulan.
5. Model TGT (Teams Games Tournaments)
Menurut Saco (2006), dalam TGT siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang­kadang dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka).

Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa, misalnya, akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua siswa dari semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi kelompoknya. Prinsipnya, soal sulit untuk anak pintar, yang lebih mudah untuk anak yang kurang pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak mempunyai kemungkinan memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang dikemas dalam bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai penilaian alternatif atau dapat pula sebagai review materi pembelajaran.
TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menem­patkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan, yaitu tahap penyajian kelas (class precentition), belajar dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (tournament), dan perhargaan kelompok (team recognition). Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.  siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil;
b.    games tournament;
c.  penghargaan kelompok.
6.    Model Struktural
Menurut pendapat Spencer dan Miguel Kagan (Shlomo Sharan, 2009: 267) bahwa terdapat enam komponen utama di dalam Pembelajaran Kooperatif tipe Pendekatan Struktural. Keenam komponen itu adalah sebagai berikut.
a.   Struktur dan Konstruk yang Berkaitan
            Premis dasar dari pendekatan struktural adalah bahwa ada hubungan
kuat antara yang siswa lakukan dengan yang siswa pelajari, yaitu interaksi di dalam kelas telah memberi pengaruh besar pada perkembangan siswa pada sisi sosial, kognitif, dan akademisnya. Konstruksi dan pemerolehan pengetahuan, perkembangan bahasa dan kognisi, dan perkembangan keterampilan sosial merupakan fungsi dari situasi di mana siswa berinteraksi
b.   Prinsip-prinsip Dasar
Ada empat prinsip dasar yang penting untuk pendekatan struktural pembelajaran kooperatif, yaitu interaksi serentak, partisipasi sejajar, interdependensi positif, dan akuntabilitas perseorangan.
c.   Pembentukan Kelompok dan Pembentukan Kelas
Kagan (Shlomo Sharan, 2009: 287) membedakan lima tujuan pembentukan kelompok dan memberikan struktur yang tepat untuk masing-masing. Kelima tujuan pembentukan kelompok itu adalah: (1) agar dikenal; (2) identitas kelompok; (3) dukungan timbal-balik; (4) menilai perbedaan; dan (5) mengembangkan sinergi.
d.   Kelompok
Kelompok belajar kooperatif memiliki identitas kelompok yang kuat, yang idealnya terdiri dari empat anggota yang berlangsung lama. Kagan (Shlomo Sharan, 2009: 288) membedakan empat tipe kelompok belajar tersebut adalah: (1) kelompok heterogen; (2) kelompok acak; (3) kelompok minat; dan (4) kelompok bahasa homogen.
e.   Tata Kelola
Dalam kelas kooperatif ditekankan adanya interaksi siswa dengan siswa, untuk itu manajemen melibatkan berbagai keterampilan berbeda. Beberapa dari perhatian manajemen diperkenalkan bersamaan dengan pengenalan kelompok, termasuk susunan tempat duduk, tingkat suara, pemberian arahan, distribusi dan penyimpanan materi kelompok, serta metode pembentukan sikap kelompok.
f.    Keterampilan Sosial
The Structured Natural Approach untuk pemerolehan keterampilan sosial menggunakan empat alat, yakni (1) peran dan gerakan pembuka; (2) pemodelan dan penguatan; (3) struktur dan penstrukturan; dan (4) refleksi dan waktu perencanaan.
Perbandingan karakteristik dari masing-masing model pembelajaran kooperatif dapat dilihat pada tabel berikut ini.






Komentar